DCNews, Jakarta — Nilai tukar rupiah kembali tertekan pada awal perdagangan Rabu (3/9/2025), mengikuti tren pelemahan mayoritas mata uang utama Asia. Rupiah sempat dibuka di level Rp16.411 per dolar AS, turun 0,07% dari penutupan sebelumnya, dan terus merosot hingga menyentuh Rp16.433 per dolar AS pada pukul 09.03 WIB, atau melemah 0,2%.
Di kawasan, hanya won Korea Selatan, peso Filipina, baht Thailand, dan ringgit Malaysia yang berhasil menguat. Sementara itu, yen Jepang mencatat depresiasi terdalam sebesar 0,32%, disusul rupiah yang menjadi mata uang terlemah kedua di Asia.
Padahal, indikator fundamental rupiah dinilai masih cukup solid. Arus modal asing tercatat tetap masuk ke pasar keuangan domestik, tercermin dari penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah. Yield tenor 10 tahun turun 4 basis poin ke level 6,37%, sedangkan tenor 2 tahun melemah 3 bps ke 5,35%, tenor 5 tahun turun 4,9 bps ke 5,74%, tenor 20 tahun turun 4,1 bps ke 6,86%, dan tenor 30 tahun terkoreksi 1,8 bps ke 6,88%. Penurunan yield ini menandakan tingginya permintaan atas surat utang pemerintah.
Namun, analis Mega Capital Sekuritas menilai sentimen negatif datang dari rencana pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) terkait skema burden sharing untuk pembiayaan sejumlah program unggulan seperti Makan Bergizi Gratis, 3 Juta Rumah, dan Koperasi Desa Merah Putih.
“Walaupun besaran nilai dan teknis program burden sharing masih belum jelas, rencana ini dapat memicu tekanan depresiasi rupiah hari ini dengan target rentang Rp16.450–Rp16.550 per dolar AS,” tulis riset Mega Capital. ***

